Persetan dengan semua titahmu. Kau bukan nabi apalagi tuhan.
Kau himbau aku berhenti berjalan. Katamu lebih baik aku dia dirumah. Berbakti pada hakikatku.
Kau himbau aku berhenti berbicara. Katamu perempuan itu harus anggun. Lebih banyak gunakan telinga untuk mendengar. Biarkan mulut seperlunya bersenandung.
Kau himbau aku berhenti menyanyi. Katamu suaraku sengau, hanya mengundang cerca.
Kau himbau aku berhenti menulis. Katamu tulisanku tak lebih bagus dari cerita donal bebek.
Persetan denganmu. Persetan dengan titahmu.
Aku merdeka. Seperti anjing hutan yg bebas menggonggong dan berburu kesetiap rimba.
Siapa bilang menggongong itu nista? Tidak, kau salah besar. Duniamu sempit, duniamu kerdil.
Silahkan nikmati aturan2 mu.
Rimbaku pun bukan tak beretika. Aku tak pernah menyalak sembarangan. Aku tak pernah berburu seenaknya. Aku hormati ekosistem. Karna akupun bagian darinya.
Aku sadar, kata-katamu tak sepenuhnya salah, aku akui dengan lapang dada. Tapi hak itu masih miliku. Kalau kau tak suka berjalan beriringan denganku, ya jalanlah lebih dulu atau tunggu sampai aku hanya terlihat seperti bayangan. Kalau kau tak bersedia mendengarku bernyanyi, pilihlah musikmu sendiri, aku berhak atas senandungku. Kalau kau tak suka dengan isi tulisanku, ya tak usah kau baca, kau bisa membaca headline berbagai surat kabar yang memberitakan penurunan moral, pergeseran makna atau berita kriminal yg menurutmu lebih berbobot daripada sebaris kalimat yang aku tulis. Kalau kau tak sudi berbicara denganku, dengan senang hati aku terima, tak usahlah kau berbasa-basi, aku pun tak butuh basa-basi.
Biarkan bumi yang menghukumku jika memang aku salah. Tapi bukan kau. Bahkan dari segimanapun kau tak punya hak secuilpun atas ragaku.
Tapi aku yakin bumi ada di pihakku. Dan ada di pihakmu. Karna bumi memiliki kita. Tapi kita bukan pemilik bumi. Sadarlah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar