The shards of light through the slats on your window
Bagi saya, penerbangan pagi adalah hal yang sedikit menakutkan (baca : takut telat bangun). Tapi penerbangan pagi punya kenikmatan tersendiri. Sama seperti nikmatnya kopi di pagi hari, atau telur dadar setengah matang yang disajikan untuk sarapan, bedanya, yang dijamu adalah lidah, sementara terbang di pagi hari mata dan jiwa kitalah yang dijamu.
Berada diatas ketinggian sekian ribu meter dari dataran bumi, tanpa alat komunikasi, tanpa twitter, tanpa chat lewat messanger, tanpa internet.
Kamu diam, mendengarkan musik lewat peranti pemutar musik, menyusun playlist, sedikit terkantuk tapi sinar matahari yang masuk melalui jendela kabin membuat kamu enggan melewatkan sentuhan matahari pagi. Perlahan memandangi rentetan bangunan yang sangat padat yang semakin lama semakin tak terlihat tertutup awan sambil melayani undangan genit beberapa bagian dari pikiran kamu yang berlomba ditanggapi.
Kamu jauh dari bumi, dari hiruk pikuk, tapi saat itulah justru kamu merasa dekat dengan bumi, dengan kehidupan seisi bumi, mengagumi planet yang semakin tua itu, dengan orang-orang yang kamu tinggalkan beberapa waktu dibelahan bumi lainnya. Kamu berharap segera menyentuh daratan dengan selamat dan rasa syukur tiada henti atas keselamatan yang Tuhan beri. Lalu kamu meraih tas dengan sigap, menunggu giliran turun, melanjutkan aktifitas -bekerja, berlibur, bertemu keluarga- lalu langit menanti untuk kamu selami, lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar