
Rasanya seperti mencium bau durian tanpa penampakan buah berduri itu dari jangkauan mata.
Meraup dengan rakus memang tak pernah membuahkan kepuasan abadi.
Mulut kamu punya daya tampung, wahai manusia. Percuma jika kamu berusaha menyuap dirimu sendiri dengan 45 menu makanan favoritmu dalam satu waktu.
Kamu tahu apa itu waktu? Apa itu tarik nafas buang nafas? Apa itu berlari kecil? Apa itu bersandar dibawah pohon akasia? Apa itu mengecap after taste setiap kali kamu mengunyah pare? Apa itu luka diujung jempol kaki karena tersandung saat berjalan terburu-buru? Apa itu kedipan cahaya kunang-kunang di jaman sekarang? Apa itu lebam di hati?
Agra, tolong jangan berbicara seolah kamu tak punya waktu lagi untuk sekedar mengentaskan apa yg ingin kau sampaikan.
Agra, jangan kamu ulangi berbicara ketika kamu makan misua dengan sayur mayur pelengkapnya, mulutmu penuh dengan kata yang tak runut, berantakan.
Agra, jangan kau malu memayungi dirimu sendiri hanya karena payung pemberianku itu berwarna merah jambu dan bermotif bunga.
Agra, jangan menelan ludah berbarengan dengan mengedipkan mata. Itu membuatku merasa kamu bosan.
Agra, tolong jangan berkilah ketika kamu tahu bahwa kamu melontarkan rentetan kalimat panjang yang sesungguhnya kamu sendiri tak paham konteksnya apa.
“melati, aku ini pembela diri, kamu tahu itu dengan pasti, aku manusia dan akan tetap menjalani hakikatku. Bahwa aku tak bisa menepis ego, tak akan mampu menahan diri untuk memenuhi kebutuhanku akan kepuasan, kamu tahu aku haus dan juga jengah, dan aku akan tertidur dalam ilusi yang kupilih sendiri”
Demi pohon mangga yang kini tak lagi berbuah karena akarnya sudah kusirami minyak tanah, demi daun putri malu yang tak lagi merekah setelah kuncup terkena sentuhan sepatuku lalu tanpa sengaja aku injak, demi satu keranjang buah pisang yang kini membusuk di meja kayu jati di pojok kamarku, dan demi secangkir teh yang di bibir cangkirnya tertinggal bekas gincu merahku. Sumpah, aku ingin berlalu. Mengelabui masa lalu. Melampaui masa kini. Memadu jera dalam peristiwa. seperti kamu dan duniamu yang terkadang semu.
Kisah itu hanya harapan sebelum semuanya kejadian. Tapi tak setiap kejadian sejalan dengan pengharapan. Agra, kamu kakak sekaligus kekasih dalam imaji hati yang murni. selamat berlalu, darahmu dan darahku tak pernah bisa ditawar apapun. kita satu. kita membisu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar