( Image : nataliekucken )
Semestinya kita tidak saling menghardik. Tapi kenapa yang ada adalah ribuan kata-kata kikir apresiasi. Minim akan rasa menginjak bumi.
Berbagi kudapan di sore hari tidak lagi menjadi harmoni.
Kami runtuh dalam kegemparan hiruk pikuk pasar malam.
Kami tidak berjualan, tapi ada saja yang menawar dengan harga tinggi. Padahal tidak ada papan warung atau bangku kayu.
Kami mengikatkan diri kencang-kencang dalam kesederhanaan.
Kesederhanaan perihal rasa dan hasrat. Tapi kami berdiri dalam dimensi yang
berbeda.
Dan perbedaan adalah yang maha agung. Ada perbedaan maka
ada hidup.
Ada perbedaan antara kami dan pencipta kami. Maka kami hadir.
Ada
perbedaan antara ayah dan ibu kami, maka kami lahir.
Ada perbedaan antara kami
dan adik kakak kami maka kami saling mendorong, menyokong, menolong.
Ada perbedaan antara siang dan
malam maka umur terus membulat.
Ada perbedaan antara bumi,langit dan akhirat
maka kami berusaha.
Kemana perginya embun pagi? Jatuh bergulir dari setiap
helai daun dan dahan.
Kemana perginya matahari? Ia pergi menengok belahan bumi
lainnya.
Kemana perginya nina bobo? Ke alam mimpi yang terkadang
tak mampu kami jabarkan pertentangannya.
Kemana perginya akal sehat? Mati ditelan rusa tanpa
tanduk yang menggerogoti ulu hati kami masing-masing.
Kami ini lelah memilah. Karena pada akhirnya setiap
pilahan tidak menjadi bagian utuh. Sementara kami terlalu egois untuk mendekap
pilahan masing-masing.
Kami berdarah.
Kami mengutil asa satu sama lain. Sampai-sampai tak ada
lagi kata ganti untuk benda kepemilikan karena kami semua merasa sebagai sang
empunya.
Tubuh di balik selimut, berbaktilah pada setiap kandungan
oksigen yang mengalir dalam darahmu. Berbaktilah pada setiap tetesan darah yang
tersedot nyamuk sebelum kemudian kau tepuk nyamuk itu hingga mati remuk.
Berbaktilah pada jemari yang menguasai sekian banyak dunia.
Berbaktilah.
azeg geboy, nice one tho :D
BalasHapushaha. thanks Cha.
BalasHapus(dan gw baru ngeh comment lo)